Rawa
Luas lahan basah di dunia diperkirakan sekitar 242,80 juta hektar, di antaranya 114,90 juta hektar berada di kawasan Asia. Lahan rawa lebak secara umum masuk dalam istilah lahan basah, tetapi tidak berarti lahan basah hanyalah lahan rawa. Yang dimaksud dengan lahan basah meliputi daerah rawa, paya, gambut, atau badan perairan lainnya, baik alami maupun buatan, yang airnya mengalir atau tergenang, bersifat tawar, payau atau salin, termasuk kawasan tergenang, yang minimal mempunyai jeluk enam meter (Konvensi Ramsar, 1971).
Kawasan rawa sesungguhnya merupakan ekosistem yang spesifik dan mempunyai keunikan tersendiri sehingga pola pengguna lahan harus memperhatikan manfaat dan azaz guna ekosistem secara optimal (Barchia, 2006).
Rawa ialah suatu bagian daratan, yang sepanjang tahunnya jenuh air atau tergenang air. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (water logged) atau tergenang. Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1991 yang dinamakan lahan rawa adalah genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat dan mempunyai ciri-ciri khusus baik fisik, kimia maupun biologi.
Topologi lahan rawa diklasifikasikan dengan beragam sistem. Berdasarkan ekosistem, lahan rawa dicirikan oleh dua ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan dan ekosistem yang berkaitan dengan air. Ekosistem hutan, yang memiliki komposisi tanah dan kondisi air, flora dan fauna yang spesifik : a) hutan rawa payau atau hutan bakau, b) hutan rawa gambut, dan c) hutan rawa non gambut/air tawar. Ekosistem yang berkaitan dengan air, yaitu : a) sungai yang membawa air tawar, b) muara, termasuk hamparan lumpur pasang sureut dengan kombinasi air tawar dan asin yang menciptakan kondisi payau, c) sistem pasir, (pasir, rumput/ganggang laut) termasuk daerah pantai, rumput dasar laut dan rumput laut yang keseluruhannya dengan sumber air asin.
Kawasan rawa terbentang 2 ekosistem lahan utama, yaitu ekosistem pasang surut dan ekosistem rawa lebak. Berdasarkan imbangan antara kekuatan arus sungai dan air pasang dari laut, lahan rawa dibedakan menjadi 3 zone, yaitu Zona I: lahan rawa pasang surut air salin/payau dengan fisiografi utamanya adalah gambut dan marin, Zona II; lahan pasang surut air tawar dengan fisipografi utamanya adalah aluvial, gambut dan marin, dan Zona III; lahan rawa bukan pasang surut atau rawa lebak dengan fisiografi utamanya adalah aluvial dan gambut.
Rawa lebak adalah wilayah daratan yang mempunyai genangan hampir sepanjang tahun minimal selama tiga bulan dengan tinggi genangan minimal 50 cm (Noor, 2007). Berdasarkan topografi, dalam dan lama genangan, lahan rawa lebak dibedakan dalam 3 katagori, yaitu:
1) Lebak dangkal atau lebak pematang, lahan ini biasanya teletak disepanjang tanggul alam sungai dengan topografi relatif tinggi dan genangan kurang dari 50 cm dengan lama genangan kurang dari 3 bulan.
2) Lebak tengahan, lahan ini biasanya terletak di antara lebak dalam dan lebak pematang kedalaman genangan antara 50 – 100 cm. Genangan bisa terjadi 3 – 6 bulan
3) Lebak dalam, lahan yang terletak di sebelah dalam menjauhi sungai, merupakan suatu cekungan dengan genangan lebih dari 100 cm dengan lama genangan lebih dari 6 bulan.
Rawa lebak dipengaruhi oleh iklim tropika basah atau agak basah dengan curah hujan antara 2000-3000 mm per tahun dengan jumlah bulan basah antara 6-7 bulan dan 3-4 bulan kering. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan bulanan lebih dari 200 mm dan bulan kering adalah bulan yang mempunyai curah hujan bulanan kurang dari 100 mm. Agih (distribition) curah hujan di beberapa wilayah rawa lebak menunjukkan perbedaan yang terkait dengan ketinggian tempat dari permukaan laut dan vegetasi yang tumbuh (Noor, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar