Struktur Kepemilikan Saham
Struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan manjemen dalam kepemilikan saham perusahaan.
1. Kepemilikan Manajerial
Shleifer dan Vishny (1986) dalam Theresia (2002) menemukan kepemilikan institusional secara positif terhadap kepemilikan manajerial. Kepemilikan institusional secara mayoritas akan mengurangi kemungkinan perusahaan untuk diakuisisi, sehingga meningkatkan keinginan manajer untuk memperbasar kepemilikan pada perusahaan. Namun sebaliknya, menurut Fitri dan Manduh (2003) semakin tinggi kepemilikan institusioanal maka akan semakin meningkatkan kepengawasan pihak eksternal terhadap perusahaan.
Proporsi hutang yang besar akan menempatkan manajer di bawah pengawasan debtholders dan manajer cenderung tidak menyukai pengawasan oleh debtholders tersebut, sehingga pengaruh kebijakan hutang terhadap kepemilikan manajerial adalah negatif. Kontras dengan pernyataan diatas, Fitri dan Mamduh (2003) menyatakan adanya pengaruh positif. Pernyataan ini berdasarkan pada asumsi bahwa penggunaan hutang akan mengurangi kebutuhan penerbitan saham baru sehingga meningkatkan proporsi kepemilikan manajerial.
Hubungan antara dividend dan kepemilikan manajerial dapat dijelaskan melalui free cash flow hypothesis (FCF) (Jensen, 1986). Melalui hipotesis ini kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan FCF. Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan subtitusi antara kebijakan dividend dan kepemilikan manajerial.
2. Kepemilikan Institusional
Dengan tingginya kepemilikan manajerial, para investor institusional akan mendapatkan kesempatan kontrol perusahaan yang lebih sedikit. Ini berarti bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah negatif. Hubungan ini sesuai dengan penelitian Fitri dan Mamduh (2003).
Risiko mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap kepemilikan institusional. Tingginya risiko yang dihadapi perusahaan meningkatkan risiko kebangkrutan dan volatilitas dari pendapatan, hal ini akan mengurangi minat institusi untuk melakukan investasi pada saham perusahaan itu karena institusi lebih mementingkan pada stabilitas pendapatan (Fitri dan Mamduh,2003).
Menurut Crutchley et al (1999), pengaruh kebijakan hutang terhadap kepemilikan institusional adalah positif. Kebijakan hutang yang tinggi menyebabkan perusahaan dimonitor oleh pihak debtholders, karena monitoring dalam perusahaan yang ketat tadi menyebab manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan debtholders dan shareholders, sehingga kondisi ini akan menarik masuknya kepemilikan institusional.
Kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap kepemilikan institusional. Dari sudut pandang investor, investor institusional mungkin akan lebih tertarik untuk berinvestasi pada saham dengan dividen yang tinggi dan mekanisme yang ketat.
Semakin banyak saham yang dimiliki manajer akan semakin menurunkan masalah keagenan sehingga membuat dividen tidak perlu dibayarkan pada risiko yang tinggi dalam hal ini berarti kepemilikan manajerial mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif.
Dengan jumlah investasi yang tinggi, investor institusional melakukan monitoring yang semakin ketat dan menghalangi perilaku oportunis manajer. Monitoring oleh investor institusional ini dapat mengurangi agency cost dalam hal ini yaitu biaya yang ditanggung pemilik untuk mengawasi agen seperti biaya audit, sehingga dividen yang dibayarkan juga menurun. Kehadiran kepemilikan institusional memiliki efek subtitusi bagi pembayaran dividen untuk mengurangi biaya keagenan.
Menurut Chen dan Steiner (1999), variabe risiko mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Dengan tingginya risiko bisnis yang dihadapi perusahaan akan diantisipasi dengan kebijakan pembayaran dividen yang rendah. Dividen yang rendah dapat digunakan untuk menghindari pemotongan dividen dimasa mendatang sehingga penalokasian sebagian keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk investasi lebih lanjut.
Malalui penjelasan balancing model of agency cost, Megginson (1997) dalam Mahadwarta (2002) menyatakan bahwa kebijakan hutang mempengaruhi kebijakan dividen dengan hubungan yang negatif. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha untuk mengurangi agency cost of debt-nya dengan mengurangi hutang, sehingga untuk membiayai investasinya digunakan pendanaan dari aliran cost internal. Pemegang saham akan merelakan aliran kas internal yang sebelumnya dapat digunakan untuk pembayaran dividen untuk membiayai investasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar