Pertanian Organik
Imto (2008) menyatakan bahwa budidaya pertanian organik mengintikan pada keselarasan alam, melalui keragaman hayati dan pengoptimalan penggunaan asupan alami yang berada di sekitar melalui proses daur ulang bahan-bahan alami. Dalam proses budidayanya, dari persiapan lahan hingga pemanenan tidak dapat dilepaskan dengan interaksi kedua hal tersebut.
Pertanian organik yang berasal dari lahan konvensional (lahan yang intensif penggunaan asupan kimia sintetis) perlu masa peralihan. Peralihan dari pertanian yang dikelola secara konvensional ke pertanian organik seharusnya tidak hanya memperbaiki ekosistem lahan, namun juga menjamin kelangsungan hidup (secara ekonomi) lahan tersebut. Karena itu, penyesuaian, kesempatan dan resiko yang dituntut untuk peralihan itu saling berkaitan dan harus diperhatikan (Imto, 2008).
Teknologi EM (effective microorganisms) merupakan salah satu teknologi pertanian organik. Mikroorganisme yang menguraikan bahan organik tersebut dikenal dengan effective microorganisms (EM), yaitu kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat. Higa & Parr (1994) menyatakan bahwa kultur EM tidak mengandung mikroorganisme yang secara genetika telah dimodifikasi, melainkan terdiri dari kultur campuran berbagai spesies mikroba yang terdapat dalam lingkungan alami. Mikroorganisme utama yang terdapat di dalam larutan EM adalah: bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur peragian (khamir).
EM dapat menghasilkan hormon yang sama dengan yang dihasilkan oleh tanaman, substansi bioaktif yang menguntungkan dan antioksidan (Wood et al., 1997). Mikroba tanah yang mengandung beberapa spesies yang terdapat dalam EM dapat mensintesis beberapa fitohormon dan turunannya. Auksin, giberelin dan kinetin dihasilkan sebanyak 86, 58 dan 90 %, di antara 50 bakteri yang diisolasi dari akar berbagai tanaman. Giberelin dan turunannya dapat dihasilkan sebanyak 55 % dari bakteri dan 86 % dari jamur yang diisolasi dari akar Pinus silvestris. Actinomycetes dan Streptomyces menghasilkan auksin, giberelin dan sitokinin. Jamur Aspergilus niger menghasilkan giberelin (Kato et al., 1996).
Mikroorganisme menguntungkan ini menghasilkan metabolisme yang mampu membantu mengkatalis energi di ekosistem, sehingga menjadikan lingkungan lebih sesuai bagi tanaman. Lingkungan yang sesuai membuat tanaman menjadi lebih resisten terhadap patogen, kurang disukai serangga, sehingga dapat memperpanjang umur tanaman. Kondisi ini dapat ditemukan pada ekosistem hutan perawan dan pada sistem pertanian yang tidak banyak dicemari oleh pestisida atau zat-zat kimia pertanian lainnya. Keanekaragaman dan kesehatan tanaman harus terus dipertahankan agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian secara organik. Proses regenerasi ini bisa dikatalis dengan menggunakan inokulasi mikroorganisme menguntungkan yang diaplikasikan secara bersama-sama dengan bahan organik (Wood et al., 1997).
Unsur hara berasal dari penguraian senyawa organik di dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman. Perubahan bahan-bahan organik selama proses pengomposan mengakibatkan kadar karbohidrat akan berkurang bahkan hilang, sedangkan unsur N yang terlarut (amonia) meningkat. Oleh karena itu, perbandingan C/N akan semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah (Prihmantoro, 2002).
Kegiatan produksi pertanian dimulai dengan proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau yang membutuhkan energi matahari, air dan CO2 yang tersedia secara bebas. Secara teoritis, tingkat penggunaan potensial sinar matahari oleh tanaman diperkirakan berkisar antara (10-20) %, namun tingkat penggunaan sinar matahari yang terjadi saat ini kurang dari 1 %. Tanaman C-4, seperti tanaman tebu yang mempunyai efisiensi fotosintesis tinggi jarang sekali menggunakan sinar matahari yang melebihi 6-7% selama periode pertumbuhan maksimum. Hasil tanaman yang optimum pun diproduksi dengan tingkat penggunaan sinar matahari yang biasanya kurang dari 3% (Higa & Parr, 1994).
Bahan organik yang cukup akan membantu bakteri fotosintetik dan ganggang untuk menggunakan panjang gelombang antara 700-1200 nm. Mikroorganisme peragian (khamir) juga dapat menguraikan bahan organik, sehingga dapat membebaskan senyawa-senyawa kompleks, seperti asam amino. Asam amino digunakan oleh tanaman, sehingga dapat meningkatkan efisiensi bahan organik dalam kegiatan produksi pertanian. Faktor kunci untuk peningkatan produksi adalah ketersediaan bahan organik yang dikembangkan dengan menggunakan sinar matahari dan mikroba yang efisien untuk menguraikan bahan organik tersebut (Anonimous, 2002).
EM bukan pestisida, jadi tidak mengandung bahan kimia yang mampu bekerja seperti pestisida. Mikroorganisme ini berfungsi sebagai pengendali biologis dalam menekan atau mengendalikan hama penyakit dengan cara memasukkan mikroorganisme bermanfaat ke dalam lingkungan hidup tanaman. EM mempunyai keuntungan untuk memperbaiki perkecambahan bunga, buah dan kematangan hasil tanaman, memperbaiki lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah. Mikroba ini juga dapat menekan pertumbuhan hama dan penyakit tanaman, meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman dan meningkatkan manfaat bahan organik sebagai pupuk (Anonimous, 2002).
Mikroorganisme utama dalam EM adalah: 1) Bakteri fotosintetik (bakteri fototrofik) merupakan mikroorganisme yang bersifat autotrof, yakni dapat mensintesis makanan sendiri. Sumber energi yang digunakan oleh bakteri ini berasal dari sinar matahari dan panas bumi. Bakteri tersebut membentuk zat-zat yang bermanfaat dari sekresi akar-akar tumbuhan, bahan organik, atau gas-gas berbahaya lainnya (misalnya hydrogen sulfida). Zat-zat bermanfaat meliputi asam amino, asam nukleat, zat-zat bioaktif dan gula yang dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil-hasil metabolisme tersebut dapat diserap langsung oleh tanaman dan juga berfungsi sebagai substrat bagi bakteri yang terus bertambah. Pertumbuhan mikroorganisme lainnya dalam zona perakaran akan bertambah karena tersedianya senyawa-senyawa nitrogen (asam amino). Vesicular-arbuscular (VA) mikorhiza misalnya, menggunakan senyawa asam amino sebagai substrat. VA mikorhiza meningkatkan daya larut fosfat dalam tanah, sehingga fosfor menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Mikorhiza ini dapat hidup berdampingan dengan Azobacter sebagai bakteri pengikat nitrogen dan meningkatkan kemampuan leguminosa untuk mengikat nitrogen (Anonimous, 2002).
2) Bakteri asam laktat, bakteri ini menghasilkan asam laktat dan gula. Asam laktat sudah digunakan sejak dulu dalam industri makanan dan minuman, seperti asinan dan yoghurt. Asam laktat adalah suatu zat yang dapat mengakibatkan kemandulan. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan Fusarium, suatu mikroorganisme yang menimbulkan penyakit pada lahan-lahan yang terus-menerus ditanami. Pertambahan populasi Fusarium akan melemahkan kondisi tanaman, hal ini akan meningkatkan serangan penyakit dan juga mengakibatkan bertambahnya jumlah cacing yang merugikan secara tiba-tiba. Cacing-cacing tersebut akan hilang secara berangsur karena bakteri asam laktat menekan perkembangbiakan dan berfungsinya Fusarium.
3) Ragi, ragi ini membentuk zat-zat antibakteri serta bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bekteri fotosintetik, bahan organik dan akar-akar tanaman. Zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim yang dihasilkan oleh ragi meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi ragi adalah substrat yang baik untuk mikroorganisme efektif, seperti bakteri asam laktat dan Actinomycetes.
4) Actinomycetes, strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur yang menghasilkan zat-zat antipatogen dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat antimikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes dapat hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik, sehingga dapat meningkatkan aktivitas antipatogen tanah.
5) Jamur fermentasi (peragian), seperti Aspergillus dan Penicillium menguraikan bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat antipatogen. Zat-zat tersebut akan menghilangkan bau serta mencegah serangan serangga dan ulat-ulat yang merugikan (Anonimous, 2002).
Menurut Wood et al. (1997), mikroorganisme menguntungkan di areal pertanian yang sehat dapat menghasilkan ester, sehingga dapat menghambat serangan serangga, patogen dan nematoda. Keanekaragaman mikroba yang tinggi di dalam EM dengan ekologi seimbang dapat bekerja secara bersama-sama, sehingga membantu pertumbuhan tanaman. Peningkatan keanekaragaman mikroba bermanfaat mempunyai 3 pengaruh utama, yakni: menekan serangan serangga, meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman dan antioksidan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar